Modal Utama Membangun Rumah Tangga

Modal Utama Membangun Rumah Tangga

Masyarakat Jawa memiliki tembang Asmaradana yang melukiskan cinta (asmara) yang menyala seperti api (dahana). Salah satu bait tembang asmaradana karya R. Ng. Yasadipura, biasa digunakan untuk memberikan tausiyah, wejangan atau “ular-ular” kepada pengantin baru. Isinya pelajaran penting untuk menggapai hidup berumah tangga yang bahagia.

Berikut saya kutipkan syair tembang asmaradana tersebut, sebagai bahan perenungan dan tambahan bekal bagi kita semua dalam mengarungi kehidupan keluarga :

Gegaraning wong akrami

Dudu bandha dudu rupa

Amung ati pawitane

Luput pisan kena pisan

Yen gampang luwih gampang

Yen angel, angel kalangkung

Tan kena tinumbas arta

Sastra Jawa memang amat mendalam maknanya dan sangat mengena. Terjemahan dalam bahasa Indonesia dari tembang tersebut adalah sebagai berikut :

Modal orang membangun rumah tangga

Bukan harta bukan rupa

Hanya hati bekalnya

Gagal sekali, berhasil juga sekali

Jika mudah maka terasa sangat mudah

Jika sukar maka terasa sangat sukar

Tidak bisa dibeli dengan uang

Saya akan mencoba memberikan “tafsir” atau makna dan pelajaran yang terkandung di dalam tembang asmaradana ini.

Pernikahan Bahagia Berbekal Kebersihan Hati

“Gegaraning”, berasal dari kata “garan”, yang arti asalnya adalah kayu yang digunakan sebagai pegangan. Misalnya “garan pacul”, yaitu kayu yang digunakan sebagai pegangan cangkul. Tanpa “garan” tersebut, cangkul tidak ada gunanya, karena tidak bisa digunakan untuk mencangkul. Selanjutnya, “gegaraning” atau “:gegarane” maksudnya adalah pegangan, modal atau bekal. “Wong akrami” artinya orang yang menikah atau berkeluarga.

Gegaraning wong akrami bisa dipahami sebagai modal utama atau bekal untuk membangun kehidupan rumah tangga. “Dudu bandha dudu rupa”, bukan harta bukan pula wajah atau penampilan. Jangan sampai memilih jodoh hanya mengandalkan kecantikan wajah, ketampanan, kekayaan, harta benda, penampilan yang menarik, tubuh yang seksi, otot yang kekar, mobil mewah, rumah megah, jabatan tinggi, posisi penting, pangkat yang hebat, dan lain sebagainya. Pertimbangan yang sifatnya fisik atau materi.

“Amung ati pawitane”, hanya hati bekalnya. Sejak memilih calon pendamping hidup, hendaknya membekali diri dengan hati yang bersih. Jangan terkotori oleh syahwat dan kesenangan sesaat, hingga melupakan sisi martabat. Keputusan menikah hendaknya diambil dengan niat yang tulus, motivasi yang lurus, tekat yang kuat, yang semuanya itu bersemayam di dalam hati. Melaksanakan prosesi pernikahan dengan hati yang bersih, akan menjadi landasan yang kokoh dalam membangun kebahagiaan hidup berumah tangga.

Dimanakah kebahagiaan itu bersemayam? Di dalam hati. Jika hati pandai bersyukur, hati selalu tenang dan damai, maka rumah tangga akan nyaman dan tenteram sepanjang usia. Namun jika hati selalu gelisah dan resah, hati yang tidak mampu bersyukur, selalu merasa kurang, selalu merasa menyesali apa yang terjadi, maka rumah tangga akan mudah goyah. Kebahagiaan harus dimulai dari hati, bukan dari materi.

Banyak keluarga yang berkecukupan bahkan lebih dari segi materi, namun mereka tidak menemukan kebahagiaan. Banyak lelaki tampan rupawan, memiliki istri cantik jelita, bergelimang harta benda, namun mereka tidak bahagia. Mereka lupa bahwa bahagia itu letaknya bukan pada kecantikan istri. Bukan pada ketampanan suami. Bukan pada melimpahnya materi. Namun pada kebersihan hati.

Berhati-hatilah dalam Menjalani Hidup Berumah Tangga

“Luput pisan kena pisan”. Gagal atau berhasil dalam membangun kebahagiaan rumah tangga, ditentukan oleh modal utama yang digunakan untuk menapaki kehidupan. Hendaklah berhati-hati, karena sekali kita gagal berumah tangga, akan berdampak sangat panjang dalam kehidupan. Demikian pula jika sekali kita berhasil membangun kebahagiaan rumah tangga, akan bisa langgeng sampai akhir usia.

Maka sejak dari proses memilih calon pendamping hidup, hingga prosesi pernikahan, harus dilakukan dengan kehati-hatian, karena kegagalan maupun keberhasilan di awal kehidupan pernikahan akan memiliki dampak yang panjang dalam kehidupan. Menapaki tahun-tahun awal kehidupan keluarga, adalah masa penyesuaian yang rumit. Suami dan istri harus berproses secara berhati-hati sampai menemukan chemistry kebahagiaan dalam kehidupan keluarga mereka. Jangan sampai gagal dalam melampaui proses ini. Itu pelajaran yang saya pahami dari bait “luput pisan kena pisan”.

“Yen gampang luwih gampang”, jika mudah, terasa sedemikian mudah. “Gampang” itu artinya mudah. Melewati hari-hari dalam kehidupan berumah tangga, kadang terasa sedemikian mudah. Semua persoalan mudah diselesaikan, semua konflik mudah diredam, semua perselisihan mudah didamaikan. Kadang suami dan istri terlibat konflik dan pertengkaran, namun jika keduanya memiliki modal berupa hati yang bersih, akan mudah mengalah dan mudah meminta maaf kepada pasangan. Kedua belah pihak justru berlomba untuk mendahului mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada pasangan.

Mereka tidak perlu banyak bertanya “ini salah siapa”. Mereka tidak mudah menuduh pasangannya “ini kan salah kamu semua”. Mereka berdua tidak gengsi untuk mengakui kesalahan, tidak malu untuk meminta maaf, tidak sulit untuk memaafkan kesalahan pasangan. Itu bermula dari kondisi hati yang bersih. Jika hati dikuasai emosi, maka kondisinya akan menjadi sebaliknya.

“Yen angel, angel kalangkung”, jika sulit rasanya sedemikian sulit. “Angel” itu artinya sulit, sukar atau susah. Ketika tengah dilanda masalah, tidak ada yang mau mengalah, semua merasa benar dan bersikap menyalahkan pasangan. Keduanya bersikap menuntut dari pasangan, dan tidak memulai kebaikan dari dirinya sendiri. Hati mudah diliputi benci dan dendam, hati mudah terbakar emosi. Setiap pembicaraan selalu berujung kepada salah paham, dan akhirnya meledaklah kemarahan. Setiap saat suami dan istri berada dalam suasana yang tidak nyaman.

Ketika berada dalam situasi seperti itu, artinya hati sudah tidak bersih lagi. Kondisinya sangat sensitif, mudah terbakar, mudah tersulut, mudah terkuasai emosi. Komunikasi sudah tidak akan bisa berjalan dengan efektif, karena semua berusaha memenangkan ego diri.  Sekali masuk dalam situasi sulit seperti ini, rasanya akan terus bertambah sulit. Setiap permasalahan sulit menemukan jalan pemecahan. Setiap konflik, tidak mudah berdamai. Ini semua karena tidak memiliki hati yang bersih sebagai modal utama membangun kehidupan berumah tangga.

Semua Kembali Kepada Suami dan Istri Itu Sendiri

“Tan kena tinumbas arta”, tidak bisa dibeli dengan uang atau harta. Mudah atau susah, semua kembali kepada kondisi hati suami dan istri. Bukan karena kekayaan materi. Jika mau dibuat mudah, maka semua persoalan hidup berumah tangga bisa dijalani dengan mudah. Jika mau dibuat susah, maka semuanya akan selalu bertambah susah. Tidak ada persoalan hidup yang tidak bisa diselesaikan, selama suami dan istri itu mau menyelesaikannya. Yang membuat masalah menjadi mudah, ya mereka berdua. Yang membuat masalah menjadi susah, ya mereka berdua.

Kebahagiaan hidup berumah tangga tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Kemudahan dalam menyelesaikan persoalan keluarga tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Ketenangan, kedamaian, kenyamanan hidup berumah tangga tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Suasana sakinah, mawaddah wa rahmah tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Kekokohan dan ketahanan keluarga tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”.

Perasaan cinta suami kepada istri tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Perasaan cinta istri kepada suami tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Kesetiaan suami dan istri tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Kekompakan suami istri tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Keberkahan hidup berumah tangga tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”. Kebaikan dan kesalihan anak-anak tidak akan bisa dibeli dengan harta kekayaan, “tan kena tinumbas arta”.

Semua berpulang kepada suami dan istri itu sendiri, akan dibawa kemana biduk keluarga mereka bawa, akan menjadi seperti apa keluarga yang mereka bina. Kembalilah kepada kebersihan hati, sebagai modal utama hidup berumah tangga. Dengan hati yang bersih, keluarga akan mudah menggapai kebahagiaan, mudah menggapai keberkahan, mudah menggapai kondisi sakinah mawaddah wa rahmah.

 

25 Desember 2013   07:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:31

Image: ragam.info