Pengajian Permata, Suami sebagai Teladan

Pengajian Permata, Suami sebagai Teladan

Selamat pagi sahabat semua. Kemarin sore (Selasa 05/06/2012) saya meneruskan perbincangan tentang keluarga sakinah atau wonderful family di forum Pengajian Permata.

 

Pengajian Permata (Pernik-pernik Rumah Tangga) adalah sebuah forum obrolan, kajian ringan, diskusi hangat, dan berbagi pengalaman tentang dunia pernikahan dan keluarga. Saya selalu menyebut forum itu sebagai “satu jam yang bermakna”. Tidak perlu terlalu lama durasinya, hanya satu jam saja, namun jika dilakukan dengan rutin, semoga ada manfaat dan makna yang besar untuk menguatkan keharmonisan keluarga.

 

Pengajian Permata dilakukan sebulan sekali di rumah saya, kampung Mertosanan Kulon RT 02, desa Potorono, kecamatan Banguntapan, kabupaten Bantul, DIY. Ibu-ibu yang sangat bersemangat, dari Balai Belajar Masyarakat (BBM) selalu menjadi panitia pelaksana dalam setiap kegiatan pengajian. Acara ini juga diback up oleh Tim Jogja Family Center (JFC).

 

Saya menyiapkan berbagai materi untuk dijadikan bahan obrolan dan diskusi di forum tersebut. Pengajian Permata bulan Juni 2012 ini, mengambil tema Suami Sayang Isteri. Tema ini saya ambil dari bahan tulisan yang tengah saya persiapkan untuk menjadi buku serial Wonderful Family.

 

Keteladanan Suami

 

Tema Suami Sayang Isteri, memiliki sepuluh pokok bahasan. Namun dalam Pengajian Permata bulan Juni 2012, saya baru menyampaikan satu poin yang saya anggap paling berat, yaitu tentang keteladanan suami. Saya katakan paling berat, karena menjadi suamio dituntut untuk memberikan keteladanan dalam kebaikan.

 

Persoalannya adalah, sebagai suami kita tidak bisa berstandar ganda dalam perilaku, perkataan, sikap dan penampilan. Misalnya, kita tidak mungkin mengatakan “Ambil dan contoh semua yang baik dari aku, dan jangan contoh semua keburukan yang aku lakukan”. Hal ini karena semua perbuatan dan tingkah laku suami, akan selalu menjadi teladan bagi semua anggota kjeluarga. Bagaimana kita bisa memisahkannya?

 

Misalnya, seorang suami yang pemarah mengatakan kepada isteri, “Kamu jangan mudah marah”. Perkataan ini hampir tidak memiliki makna, karena dalam kehidupan sehari-hari suami justru lebih sering menampakkan sikap yang emosional dan sangat mudah marah. Maka, perbuatan dan perilaku suami ini justru lebih kuat pesannya dibanding apa yang diucapkan.

 

Inilah, menurut saya, bagian yang paling berat untuk menjadi suami. Dengan posisi sebagai pemimpin dalam rumah tangga, suami dituntut memberikan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. Jika menghendaki isteri berdandan cantik ketika di rumah, maka suami harus memberikan keteladanan dengan berdandan terlebih dahulu. Jika ingin isteri selalu wangi ketika di rumah, maka suami harus terlebih dahulu wangi. Jika ingin isteri rajin ibadah maka suami harus memulai dari dirinya.

 

Bagaimana Memberi Teladan?

 

Ada beberapa cara bagi suami untuk memberikan keteladanan dalam kehidupan keluarga. Pertama, dengan perbuatan nyata. Suami harus menjadi contoh nyata dalam kebaikan. Tidak bisa hanya menyuruh isteri dan anak-anak melakukan kebaikan, sementara suami tidak mau melakukannya. “Sekarang waktunya Maghrib. Ayo semua segera shalat”, kata suami sambil asyik menonton televisi. Ini bukan teladan yang baik.

 

Kedua, dengan pikiran yang positif. Suami yang senang berpikiran negatif, akan cepat tersulut marah, benci dan emosi. Mendengar kabar yang belum jelas kebenarannya, bisa langsung menumpahkan kesalahan dan kemarahan kepada isteri dan anak-anak. Dengan pikiran positif, akan lebih tenang dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan.

 

Ketiga dengan sikap yang positif. Suami yang bersikap negatif, akan mudah mengeluh menghadapi masalah, cepat berputus asa, kurang kuat motivasi dalam bekerja dan berusaha. Sikap positif menjadi modal keteladanan yang sangat mulia bagi suami, karena akan dijadikan contoh bersikap oleh semua anggota keluarga. Sikap yang tenang dalam menghadapi masalah kehidupan, sikap optimistik, selalu bersemangat dan bergairah dalam hidup, akan menjadi motivasi bagi isteri dan anak-anak.

 

Keempat dengan hati yang bersih. Hati yang dipenuhi kotoran akan mudah berprasangka buruk kepada isteri dan anak-anak. Mudah menuduh tanpa alasan, cepat marah tanpa sebab, cepat tersinggung hanya oleh karena hal-hal kecil. Jika suami memiliki hati yang bersih, semua masalah akan mudah diselesaikan. Cepat memaafkan, mudah mengalah, memiliki kelapangan dalam menerima kekurangan dan kelemahan pasangan.

 

Inilah bagian yang paling berat saya rasakan, yaitu keteladanan. Tentu tidak ada suami yang sempurna, tidak ada manusia yang ideal. Hanya saja, diperlukan kesungguhan usaha untuk menjadi lebih baik dan semakin mendekati harapan.

 

5 Juni 2012   23:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:21

Image: thewedding.id